When Men In Love #1st

Title                  : When Men In Love

Author            : NtaKyung

Art Poster     : NtaKyung

Casts                 : Cho Kyuhyun, Choi Minho, Lee Jonghyun, Shim Changmin and OC

Length            : Series [On Writing]

Genre               : AU (Alternate Universe), Drama, Humor, Romance

Rating              : NC-17

Disclaimer    : Seluruh casts dalam ff ini adalah milik Tuhan, Orang Tua dan Mereka sendiri! Tapi isi dalam cerita ini seluruhnya milik saya! So, Don’t BASH!!

©When Men In Love©

Suara-suara desahan dan erangan penuh kenikmatan itu terdengar seolah bergema di ruangan tersebut. Dan di sana, di atas ranjang berukurang king size itu, nampak sepasang kekasih yang tengah asyik bercinta dengan keringat yang telah membanjiri sekujur tubuh telanjang mereka.

Pekikan yang penuh dengan kepuasan itu terlontar dari keduanya dan pada detik selanjutnya tubuh merekapun ambruk ke atas ranjang tersebut. Nafas keduanya tersenggal-senggal dan tak ada satupun dari mereka yang mengucapkan sepatah katapun.

Sang pria memilih untuk memejamkan kedua matanya dengan tubuhnya yang terlentang dan wajah yang menghadap ke langit-langit ruangan ini. Sementara itu, sang gadis perlahan mulai meliriknya kembali, tatapan penuh cinta terpancar jelas di wajahnya.

Kedua bola matanya terus memperhatikan setiap inchi dari tubuh pria itu. Mulai dari wajahnya yang tampan, bentuk tubuhnya yang ramping namun tetap memperlihatkan bentuk otot yang sempurna dan tanpa ada timbunan lemak yang terlihat sedikitpun. Pria ini benar-benar terlihat sangat sempurna meski tanpa ada sehelai benangpun yang melekat pada tubuhnya.

“Jonghyun-ah…” Gadis itu berucap dengan nada manja, ia mengerling menggoda, seakan-akan ia tak puas dengan ‘permainan’ tadi dan nampaknya ia merasa ketagihan untuk ‘mencicipi’ kembali tubuh sang pria yang terasa menggiurkan untuknya itu.

Sang pria tak bergeming, ia hanya membuka kedua matanya perlahan sebelum akhirnya kedua bola mata hitam miliknya menatap pada sosok gadis yang tengah merangkak ke atas tubuhnya itu, menggodanya kembali dengan cara menggosok-gosokkan miliknya pada junior pria itu.

“Sshh… Jonghyun-ah, sentuhlah aku lagi.” Ia meraih salah satu tangan pria-bernama lengkap Lee Jonghyun-itu, di arahkannya tangan Jonghyun pada salah satu payudaranya yang ‘haus’ akan sentuhan.

Tetapi, sebelum itu terjadi, sebelum gadis itu dapat menemukan kepuasannya kembali, tanpa di sadarinya Jonghyun menaikkan sebelah alisnya dan sedetik kemudian tangannya langsung menepis dengan kasar gerakan tangan gadis itu, membuat gadis itu tersontak dan menatapnya dengan tatapan yang begitu datar dan dingin.

“Menyingkir dari atas tubuhku sekarang juga!” Suara itu terlontar sangat jelas dari mulutnya dan hal itu cukup mengejutkan sang gadis yang bernama Lee Nara itu.

“A-apa?” Nara masih terlihat berusaha mencerna setiap kata-demi-kata yang di lontarkan pria itu untuknya. “K-kau…b-bicara apa?” Raut wajahnya memancarkan kebingungan, tak mengerti dengan maksud ucapan Jonghyun.

Bruk!

“Ahk!” Ia meringis kesakitan ketika Jonghyun tiba-tiba saja mendorong tubuhnya kemudian membantingnya ke atas ranjang itu.

Nara berniat mengeluarkan protesnya karena sikap kasar Jonghyun tadi, tetapi semua kata-kata itu terasa menghilang begitu saja saat tatapan matanya bertemu pandang dengan tatapan tajam yang di berikan Jonghyun padanya.

Tatapan itu, tatapan yang terasa mengerikan dan seperti tengah mengintimidasi dirinya. Nara berusaha menepis perasaan itu, di tariknya kedua sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman yang justru terlihat sedikit canggung dan enggan.

“J-jonghyun-ah… w-waeyo? Gwenchana?” Ujar Nara dengan sedikit terbata-bata, tangannya berniat menyentuh wajah Jonghyun, namun tertahan karena Jonghyun telah terlebih dahulu menarik tangannya dan meremasnya dengan kuat.

Nara lagi-lagi meringis kesakitan, kali ini ia bahkan memekik lebih keras, seolah-olah remasan itu mampu meremukkan seluruh tulang-tulang jari tangannya.

“Ahk! Apa yang kau lakukan?! K-kau menyakitiku!” Teriak Nara kesakitan, air mata tak terasa mulai keluar dari kedua sudut matanya.

Bukannya merasa bersalah, Jonghyun malah menyeringai licik padanya. “Kau tahu, Nara-ya? Aku rasa… aku sudah bosan padamu.”

Nara terkesiap mendengar ucapan Jonghyun, di tatapnya pria itu dengan kedua matanya yang membulat. “Apa?! Kau mengatakan apa tadi?!”

“Aku bosan padamu. Ayo kita akhiri hubungan ini!” Sahut Jonghyun dengan santai, tak peduli dengan keterkejutan gadis di hadapannya ini.

Jonghyun lantas beranjak dari atas tubuhnya, meninggalkan ranjang berukuran king size itu dan mulai memunguti satu per-satu pakaiannya yang awalnya berserakan di lantai lalu mulai mengenakannya dengan gerakan cepat.

“Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku?! Bukankah semalam kau bilang jika aku adalah gadis impianmu?! Kenapa kau tiba-tiba saja bersikap seperti ini padaku, Lee Jonghyun?!” Nara berteriak dengan nada frustrasi, di tariknya kain putih di atas ranjang itu dan di lilitkannya pada tubuh telanjangnya.

Jonghyun menggedikkan bahunya acuh, “Aku memang mengatakannya tadi malam, tapi aku pikir… kau tidak semenarik yang aku duga, jadi… lebih baik ayo kita akhiri saja semua ini.”

Mulut Nara menganga dengan lebar, kedua bola matanya pun membulat dalam seketika.

Amarah seketika merasuki dirinya. Kedua tangan Nara mengepal dengan kuat, “Kau tidak bisa memperlakukanku seperti ini! Apakah kau berfikir aku adalah wanita murahan?!” Teriaknya penuh dengan kekesalan.

“Kenapa tidak? Kurasa… kau tak jauh berbeda dengannya. Kau sama-sama merangkak ke atas tempat tidurku dan bersedia begitu saja untuk kutiduri.” Balas Jonghyun seraya tersenyum tipis pada gadis itu, sebuah senyuman yang lebih mengarah pada senyuman mengejek.

“Apa?!” Wajah Nara langsung memerah. Kekesalan dan perasaan sakit karena merasa terhina dan di lecehkan oleh perkataan Jonghyun tadi, sekarang bercampur menjadi satu.

“Jaga ucapanmu, Lee Jonghyun!” Nara berniat melayangkan satu tamparan keras pada wajah tampan milik Jonghyun, tetapi dengan cepat Jonghyun menahan gerakan tangannya.

“Kau yang seharusnya menjaga sikapmu, nona! Aku bisa saja menendangmu keluar dari hotel ini meski dalam keadaan telanjang sekalipun! Aku tidak peduli!” Tatapan Jonghyun berkilat tajam, dan ancamannya itu memang tidak terdengar sebagai sebuah isapan jempol semata.

Di hempaskannya tangan Nara dengan kasar dan membuat gadis itu tersentak hingga terjatuh lemas di atas lantai. Sedetik kemudian, tangis gadis itu pecah, beribu-ribu air mata turun dari kedua pelupuk matanya.

“Tidak… jangan lakukan ini padaku, Jonghyun-ah! Aku mencintaimu! Aku sangat mencintai dirimu, Jonghyun-ah!” Gadis itu merengek, meminta Jonghyun agar tidak meninggalkannya.

Di peluknya kaki Jonghyun dengan sangat erat, berharap jika perasaan Jonghyun akan luluh jika melihatnya yang tengah terluka seperti ini. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, pria itu justru mendorong tubuhnya dengan kasar dan membuatnya kembali tersungkur di atas lantai.

“Aku tidak main-main denganmu, Lee Nara! Segera pergi dari hotel ini, atau kau akan kuseret keluar hotel ini tanpa mengenakan sehelai benangpun!” Ancam Jonghyun.

Sekujur tubuh Nara bergetar karena ketakutan, isak tangisnya sedikit mereda tetapi perasaan sakit dalam hatinya terasa semakin dalam. Sebuah suara debaman pintu terdengar, pertanda jika Jonghyun telah meninggalkan ruangan itu.

Nara kemudian bergerak dengan langkah gontai, di pungutinya pakaiannya yang berserakan di lantai. Akan tetapi, belum sempat ia mengenakannya, tubuhnya telah kembali terjatuh di atas lantai, tangisnya kembali pecah dan tubuh gadis ini bergetar dengan hebat.

Sungguh, ia benar-benar tak menyangka jika semua ini akan terjadi padanya. Kelembutan dan kebaikan Jonghyun kepadanya beberapa waktu lalu masih terasa sangat jelas olehnya.

Dan ia benar-benar menyesal dengan semua perasaan itu. Ia merutuki dirinya sendiri, kenapa ia harus terjebak dalam permainan Jonghyun? Kenapa dia harus jatuh cinta terhadap pria itu? Dan kenapa ia harus rela membiarkan dirinya di jamah pria itu serta membiarkan tubuhnya untuk terlarut dalam kenikmatan sesaat itu?

Ya, dia menyesal atas semua perasaan sesaatnya itu.

Sementara di sisi lain, Jonghyun nampak menyeringai puas. Langkahnya terasa begitu ringan, dan perasaan bangga langsung hinggap dalam dirinya.

Dia telah berhasil membuat satu gadis kembali bertekuk lutut dan menangis karenanya. Dan ia begitu senang ketika melihat wajah sang gadis yang begitu terluka karenanya. Ucapan Nara yang mengatakan jika ia mencintainya pun kembali terngiang-ngiang dalam benaknya.

‘Cinta? Kurasa, cinta hanyalah sekedar permainan yang mampu menghilangkan stress untuk beberapa saat.’

‘Tak ada perasaan yang lebih baik, selain melihat seorang gadis bertekuk lutut kepadamu dan mengemis cinta padamu. Lalu ia akan menangis ketika kau meninggalkannya.

‘Ya, itulah artinya cinta bagiku.’

Kata-kata itulah yang selalu ada dalam benak pria bernama Lee Jonghyun ini. Selama ini, ia tak pernah menganggap jika cinta itu benar-benar ada. Baginya, cinta hanyalah sebuah permainan yang dapat ia lakukan kapan saja dan di mana saja ia inginkan.

Namun, ia tak pernah tahu jika suatu saat nanti mungkin ia akan merubah segala persepsinya akan sebuah kata ‘cinta’. Mungkin itu akan terjadi padanya suatu saat nanti, atau mungkin itu akan terjadi padanya dalam waktu dekat ini.

Bruk!

Jonghyun tak sengaja bertabrakan dengan seorang gadis yang baru saja keluar dari lit yang ada di hadapannya itu. Sang gadis sempat bergumam dan meminta maaf padanya, tetapi Jonghyun tak mempedulikannya dan hanya mengangguk singkat sebelum akhirnya ia menekan tombol lift tersebut.

Tetapi, sebelum pintu lift itu benar-benar tertutup, tatapan Jonghyun tiba-tiba saja terarah pada sesosok gadis yang tadi bertabrakan dengannya. Gadis itu tengah berjalan memunggunginya, menjauh dari lift itu.

Dan sebelum Jonghyun sempat melihat wajah gadis itu, pintu lift telah terlebih dulu tertutup rapat dan menghalangi pemandangannya.

©¶When Men In Love¶©

Suasana pagi itu terasa tenang di sebuah kediaman keluarga Choi. Di dalam sebuah ruangan, keluarga Choi nampak tengah berkumpul untuk menyantap hidangan sarapan pagi mereka.

“Selamat pagi.” Sapa seseorang yang baru saja turun dari anak tangga dan berjalan menuju meja makan, berniat untuk bergabung bersama kedua orang tuanya serta adik perempuannya.

“Pagi-pagi seperti ini kau sudah akan berangkat lagi? Aigo… bukankah kau baru saja tiba disini tadi malam, Minho-ya?” Suara Ny.Choi terdengar, memecah keheningan di ruangan itu.

Minho hanya mengangguk untuk membalasnya dan meletakkan tas kerjanya di samping kursi miliknya. “Aku harus kembali ke Seoul. Masih ada beberapa proyek yang harus kutangani di sana…” Balasnya kemudian.

“Kau pasti lelah. Jangan terlalu memaksakan dirimu, sayang… kau bisa sakit.” Cemas Ny.Choi.

Tn.Choi mengangguk singkat. “Ya… dengarkanlah apa kata Ibumu, Minho-ya. Kau tidak perlu bekerja sekeras itu, jika kau lelah… maka, pergilah beristirahat.” Lanjutnya.

“Aku mengerti.” Sahut Minho seraya melahap roti irisnya. Tak terlalu bersungguh-sungguh untuk peduli dengan perkataan kedua orang tuanya itu.

Tanpa di sadarinya, Choi Haera-adik perempuan satu-satunya-, memutar bola matanya dengan kesal dan langsung mendengus pelan. Sejujurnya, ia tak terlalu menyukai sikap kedua orang tuanya ini. Ia merasa terabaikan setiap kali Minho-kakaknya atau lebih tepatnya kakak tirinya-, datang ke kediaman Choi.

Ya, selama ini Minho memang tidak tinggal di rumah ini. Ia tinggal di salah satu apartement mewah yang berada di kawasan Apgujeong. Ia hanya sesekali mampir ke rumah ini untuk melihat keadaan ayahnya yang sakit-sakit-an.

“Aku sudah selesai makan!” Haera menghentakkan garfu dan pisaunya ke atas meja, membuat kedua orang tuanya langsung menoleh padanya. Mereka sebenarnya tahu jika Haera pasti akan selalu bersikap seperti ini jika ada Minho dalam rumah ini.

“Haera-ya… kau belum menyelesaikan makanmu.” Ujar Tn.Choi, ada nada ketegasan di sana, tetapi hal itu seolah tak berpengaruh sedikitpun pada Haera.

“Aku tidak berselera lagi!” Ujar Haera dengan ketus, ia beranjak dari duduknya, berniat untuk meninggalkan meja makan itu.

“Kembali ke tempatmu sekarang juga, Choi Haera!” Suara dingin Minho terdengar jelas.

Haera mendelik marah padanya, “Apa hakmu untuk mengaturku?!” Balasnya garang.

“Haera-ya… jangan berkata seperti itu. Dengarkanlah apa kata kakakmu.” Ujar Ny.Choi.

“Berhenti membelanya, eomma! Aku sudah muak mendengar semua ucapan manismu yang hanya di tujukan untuk orang sepertinya! Dia bukanlah anakmu! Dia hanya anak haram saja di keluarga ini!” Haera berteriak keras, mengabaikan pelototan Ny.Choi dan Tn.Choi.

“Choi Haera! Apa yang kau katakan?! Berani-beraninya kau berkata seperti itu pada kakakmu dan kedua orang tuamu ini!” Emosi Tn.Choi naik mendengar ucapan Haera tadi.

“Yeobo… tenanglah.” Ujar Ny.Choi menenangkan, mengingat jika Tn.Choi memiliki penyakit jantung. “Choi Haera, kembalilah ke tempat dudukmu sekarang juga!” Ia menatap tajam pada anak gadis satu-satunya itu.

“Tidak!” Ujar Haera bersikukuh.

“Choi Haera!”

“Sudah kukatakan aku tidak mau!!” Haera menghentakkan kakinya, berjalan menjauhi meja makan itu.

Tetapi, belum sempat ia melanjutkan langkahnya, sebuah tarikan yang cukup keras pada salah satu tangannya membuat gadis ini langsung memekik karena kesakitan dan tubuhnya pun kini tertarik ke belakang, membuatnya menoleh pada orang yang telah menarik tangannya dengan sangat kasar itu.

“Kau!” Amarah Haera semakin meluap ketika melihat Minho yang menarik tangannya. “Apa yang kau-”

“Aku tidak peduli jika kau mengataiku ataupun sangat membenciku, Choi Haera! Tapi aku tak suka jika melihat makanan bersisa di atas meja! Jadi, sekarang kembalilah ke tempatmu dan habiskan makanan itu sekarang juga!” Ujar Minho penuh dengan penekanan di setiap kata-katanya itu.

Kedua bola mata Haera membulat, terkejut dengan perkataan Minho tadi. Belum lagi, tangan Minho kini mencengkram dengan sangat kuat lengannya, sehingga membuat nyalinya pun menciut, tubuhnya pun sedikit bergetar karena ketakutan.

Minho menyipitkan kedua matanya, melemparkan tatapan membunuh pada adik perempuan satu-satunya itu. “Aku tidak bekerja untuk membiarkanmu membuang makanan itu dengan percuma, Choi Haera! Dan ingatlah! Semua fasilitas yang kau gunakan di dalam rumah ini, sebagian adalah jerih payahku! Jadi jangan macam-macam denganku! Kau paham?” Bentaknya.

Haera merasakan sekujur tubuhnya bergetar dan menegang karena ketakutan. Kata-kata protes yang niat ia keluarkan kini tertahan di kerongkongannya dan ia benar-benar telah kehilangan segala keberaniannya yang sempat muncul beberapa menit yang lalu.

Dengan kasar, Minho menghentakkan tubuh Haera hingga tubuh gadis itu berguncang dan ia pun terjatuh ke atas lantai. Minho tak peduli akan kehadiran Ny.Choi dan Tn.Choi yang mungkin saja akan memarahinya karena telah bersikap kasar pada adiknya,-walau ternyata kedua orang tuanya hanya tetap terdiam ketika melihatnya-.

“Aku akan pergi sekarang juga, terima kasih untuk sarapan paginya.” Pamit Minho seraya meraih tas kerjanya dan bergegas keluar dari rumah itu, mengabaikan panggilan Ny.Choi ataupun suara Tn.Choi.

Ya, Minho memang bukanlah anak kandung dari Ny.Choi yang merupakan isteri kedua dari Tn.Choi. Sementara itu, Haera adalah anak kandung dari Ny.Choi maupun Tn.Choi. Tetapi, tak dapat di pungkiri memang jika kasih sayang Tn.Choi dan Ny.Choi pada Minho sangatlah besar. Dan inilah salah satu penyebab kebencian Haera terhadap Minho.

Namun, siapa yang menyangka jika pria pecinta kerja ini ternyata tak mempercayai adanya cinta meski kedua orang tuanya begitu menyayanginya?

Ya, mungkin, hanya Minholah yang mengetahui alasan yang sebenarnya. Alasan di balik ia tak pernah mengetahui, arti dari sebuah kata ‘cinta’.

Dan kini, Minho tengah melajukan mobilnya dengan sangat cepat. Seakan-akan, pria ini tengah meluapkan perasaan kesalnya pada Haera tadi dengan mengendarai mobilnya nyaris seperti orang gila yang sedang mabuk.

“Sialan! Dia pikir dia siapa?! Apakah dia tak sadar jika ia bahkan makan dari hasil jerih payah anak haram sepertiku!” Minho mengumpat dengan geram, ucapan Haera tak sepenuhnya dapat di hiraukan begitu saja olehnya.

Kata-kata itu terngiang-ngiang dalam benaknya dan ini adalah satu dari berbagai alasannya kenapa Minho begitu sangat membenci Haera. Mereka memang sudah terbiasa bertengkar dan tak pernah sedikitpun Ny.Choi ataupun Tn.Choi berusaha menenangkan mereka.

Mereka tahu dengan jelas bagaimana besarnya ego dari kedua anaknya itu, dan mereka tahu pertengkaran itu takkan pernah selesai jika salah satu di antara mereka tetap ada di sana.

Kesadaran Minho kembali pulih seutuhnya ketika tatapan matanya tertuju pada seorang gadis yang hendak menyebrang tepat di hadapan mobilnya. Buru-buru ia menginjak pedal remnya dan dia berhasil menghentikan mobilnya tepat waktu, hanya sedikit menyenggol tubuhnya.

Minho bergegas keluar dari mobilnya dan mendapati sesosok gadis berambut panjang dengan kulitnya yang seputih susu itu, tengah terduduk di atas aspal sambil meringis kesakitan.

“Maaf, apakah kau baik-baik saja?” Minho berjalan mendekatinya dan membantu gadis itu untuk berdiri dari posisinya.

Gadis itu mengangguk sambil menepuk-nepuk bagian celana serta jaketnya yang kotor. Lalu ia pun menoleh pada Minho. “Ya… terima kasih.” Senyum gadis itu ramah.

Sejenak, Minho merasa seluruh dunianya seolah berhenti berputar ketika melihat senyumannya yang terlihat lembut itu, tetapi sesaat kemudian Minho menggelengkan kepalanya dan tak lagi menganggap perasaan aneh itu ada.

“Tidak… tidak… ini semua memang salahku karena mengemudi seperti orang gila. Aku benar-benar minta maaf.” Sesal Minho.

“Ya, tidak apa-apa. Lagipula… aku tidak terluka sama sekali.” Sahut gadis itu, masih tetap saja terlihat ramah seperti tadi.

Minho ingin kembali mengucapkan sesuatu, tetapi tertahan kala beberapa rombongan gadis mulai meneriaki nama gadis yang hampir tertabrak oleh mobilnya itu. Gadis ini menyahut dan melambaikan tangannya, lalu menoleh kembali pada Minho.

“Aku harus pergi sekarang, permisi.” Pamitnya dan setelah itu pun, gadis itu pun berjalan meninggalkannya, tak menyadari jika rupanya Minho tengah mengamatinya sekarang.

©¶When Men In Love¶©

Pria itu baru saja keluar dari dalam mobilnya, ia berniat mengisi perutnya dengan segelas kopi dari café yang berada tak jauh dari kantor miliknya ini. Cho Kyuhyun-nama pria tampan ini-.

Dan seolah-olah, seperti seorang idola yang datang, perhatian para gadis mulai teralihkan pada sosok Kyuhyun yang baru saja memasuki café itu. Tatapan memuja dan penuh kagum terlihat sangat jelas di wajah para gadis yang ada di dalam café itu, tetapi Kyuhyun mengabaikan segala hal itu dan memilih mengacuhkan mereka.

Ia memanggil seorang pelayan dan pelayan yang merupakan seorang wanita pun kin nampak gugup dan sesekali mencuri pandang padanya ketika Kyuhyun menyebutkan pesananannya yang seperti biasa.

Untuk beberapa saat, Kyuhyun terfokus pada layar slide Ipad yang ada genggaman salah satu tangannya. Tetapi, beberapa saat kemudian ponselnya pun bergetar cukup keras.

Fokus Kyuhyun teralihkan pada ponselnya yang ia letakkan secara sengaja di atas meja yang ada tepat di hadapannya itu, lalu setelah menghubungkan sambungan teleponnya dengan headset bluetooth yang tengah di gunakannya, Kyuhyun pun kembali melirik layar Ipad-nya sambil menjawab telepon masuk itu.

“Ya, katakanlah keperluanmu sekarang.” Ujarnya dengan datar, tak peduli meski yang tengah meneleponnya saat ini usianya bahkan lebih tua darinya.

“…”

Kyuhyun nampak mendengarkan penjelasan dari orang di seberang sana itu sebelum akhirnya pria ini memutar kedua bola matanya, seolah bosan karena hanya terus mendengarkan keluhan dari pria itu.

“Tidak, tidak! Kau hanya akan membuang-buang waktumu jika kau terus memaksanya untuk melepaskan tanahnya itu! Kurasa, kau harus mundur untuk kali ini!”

“…” Pria di seberang sana sepertinya berteriak cukup keras, membuat Kyuhyun mengernyitkan keningnya dan menghembuskan nafas kasar.

“Cukup! Dengarkan aku tuan Kwan!” Sentaknya, merasa muak jika harus mendengarkan lebih lama daripada ini. “Jika kau masih ingin mempertahankan tanah itu untuk proyek terbaru kita, lebih baik kau membuat surat pengunduran dirimu sekarang juga! Aku sudah benar-benar muak mendengarkan segala celotehanmu yang tidak berarti itu! Lagipula, siapa yang peduli jika tanah itu memiliki letak yang strategis jika pada kenyataannya bahkan sang pemiliknya pun tak ingin memberikan wilayahnya pada kita barang sebidang tanahpun! Jadi, jika kau masih keras kepala juga dan lebih memilih untuk menghabiskan waktumu yang sebenarnya juga adalah waktuku yang berharga, maka lebih baik anda keluar dari perusahaanku. Kau paham?!”

Klik!

Kyuhyun memutuskan sambungan teleponnya lebih cepat daripada yang pria itu bayangkan. Ia bahkan tak membiarkannya untuk mengatakan sepatah katapun untuk membantahnya.

Ya, Kyuhyun memang tidak pernah peduli jika ia harus memecat seseorang yang bahkan lebih tua darinya. Dan itu semua berlaku meski pria itu adalah kepercayaan ayahnya sendiri! Pria ini benar-benar tidak peduli! Dalam pikirannya, jika orang itu memang sudah tidak kompeten dan tak memiliki kemampuan standar yang di butuhkan perusahaannya, Kyuhyun memang akan segera memecat orang yang bersangkutan itu. Tak peduli walaupun proyek yang tengah di jalani orang tersebut belum tuntas.

Dan inilah penyebab Kyuhyun di takuti oleh para karyawannya. Walaupun wajahnya begitu tampan, tapi bukan berarti para karyawan wanitanya pun tak segan padanya. Mereka bahkan lebih memilih berjalan dengan menundukkan kepalanya jika bertemu dengan seorang pria yang bernama lengkap Cho Kyuhyun ini.

Ya, pria ini memang terkenal dengan kecintaannya dalam bekerja. Kilatan pada matanya memancarkan energi yang kuat serta semangat yang berkobat pada setiap pekerjaannya. Dan dia memang akan selalu terlihat seperti itu.

Kyuhyun beranjak dari tempatnya ketika telah membayar pesanannya tadi. Kemudian kedua kakinya melangkah dengan tenang menuju pintu keluar cafe ini dengan sebelah tangannya yang memegang segelas kopi panas kemasan yang di pesannya itu.

Ponselnya kembali berdering ketika ia hendak mendorong pintu kaca di hadapannya ini. Ia lantas merogoh saku celananya dan segera menjawab telepon itu seraya bersiap mendorong pintu kaca itu dari dalam.

Tetapi, belum sempat Kyuhyun membuka pintu tersebut, dari arah luar, seorang gadis telah terlebih dulu mendorongnya. Gadis itu berjalan sambil memeluk sebuah buku tebal dengan satu tangannya sementara yang lain mendorong pintu kaca itu.

Tatapan keduannya bertemu dan untuk beberapa detik saja, keduanya terdiam menatap satu sama lain dalam diam. Namun, ketika ada pelanggan lain yang tiba dan melewati mereka berdua. Tatapan yang terjalin di antara mereka berdua pun terputus.

Sang gadis tak lagi menghiraukannya dan setelah tersadar dari kediamannya, ia lebih memilih untuk berjalan menuju meja yang berada di ujung cafe yang menghadap tepat ke jalan.

Sementara itu, Kyuhyun pun mulai bergegas menuju mobilnya di parkir. Tak terlalu peduli akan sang gadis yang berpapasan dengannya tadi. Dia hanyalah gadis biasa! Itu yang ada di dalam pikiran Kyuhyun ketika melihat gadis dengan penampilan yang cukup sederhana itu.

“Aku sudah terlambat 5 menit dan aku yakin si pria tua bermarga Kwan itu pasti sudah mulai mengamuk di kantor! Benar-benar menyusahkan!” Kyuhyun menggerutu sebal seraya masuk ke dalam mobil kesayangannya itu.

Dan tak berapa lama, akhirnya Kyuhyun pun melajukan mobilnya dengan cepat. Membelah jalanan kota Seoul yang mulai ramai dengan mobil BMW sport berwarna hitam milihkan itu.

Namun, Kyuhyun tak akan pernah menyangka jika gadis yang berpapasan dengannya tadi, mungkin akan memiliki ikatan takdir yang kuat dalam kehidupannya. Sebuah ikatan yang mampu membuatnya tak mampu berpaling pada gadis manapun.

©¶When Men In Love¶©

Pria itu tengah berbaring di atas ranjangnya tanpa mengenakan sehelai benangpun di balik selimut yang tengah menutupi tubuh telanjangnya itu. Di belakangnya, nampak seorang gadis yang kondisinya tak berbeda jauh darinya. Gadis itu memeluknya dengan sangat erat dan ada gurat kepuasan yang nampak di wajahnya.

Shim Changmin nama pria itu. Tak berapa lama, ia menggeliatkan tubuhnya dengan kedua mata yang mengerjap-ngerjap, tatapannya langsung tertuju pada sebuah jam weker yang ada di atas meja kecil samping ranjangnya itu dan sadar akan suara alarm yang rupanya mengganggu acara tidurnya, Changmin pun menggerakkan tangannya untuk mematikan suara alarm yang memekakkan telinga itu.

Ia kembali menggeliat sebelum akhirnya menyadari jika sang gadis masih tertidur pulas dan memeluknya dengan sangat erat. Di lepaskannya pelukan gadis itu tanpa ada kelembutan sedikitpun dan akhirnya ia pun beranjak dari atas ranjangnya kemudian berjalan menuju kamar mandi.

Suara air yang mengalir dengan derasnya menyadarkan sang gadis dari mimpi indahnya. Ia pun lantas membuka kedua matanya dan ketika ia telah mampu mengumpulkan segala kesadarannya, sosok Changmin muncul dari dalam kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk yang menutupi tubuhnya dari bagian pinggang hingga ke lututnya saja, sementara dadanya yang bidang itu, terekspose dengan sempurna.

Sang gadis mengedipkan kedua matanya berulang kali lalu berdecak kagum, tak percaya jika ia akan terbangun dengan sosok pria tampan yang ada di hadapannya, dia bahkan tak pernah sekalipun membayangkan hal ini sebelumnya.

“Oh sayang… kau begitu menawan.” Gadis itu berucap dengan nada mendesah yang sedikit di buat-buat. Ia menggigit bibir bawahnya sambil mengerling nakal padanya.

Namun, yang di goda justru tak menanggapinya dan malah melemparkan handuk kecil yang di gunakannya sebagai pengering rambutnya ke arah gadis itu.

Sang gadis terkesiap dan langsung berteriak keras, “Ya! Apa yang kau lakukan?!” Geramnya.

Changmin terkekeh dan berjalan menuju lemari hitam yang ada di sudut ruangan ini. “Maaf.. tanganku sedikit licin.” Jawabnya tanpa ada nada penyesalan sedikitpun.

Gadis itu mendengus kesal. “Kau menyebalkan!”

“Memang!” Sahutnya seraya mengenakan kemeja putih yang di ambilnya dari dalam lemari.

“Apa kau akan pergi sekarang?” Tanya sang gadis, sadar jika saat ini Changmin seperti bersiap akan pergi ke kantor. “Oh ayolah… jangan tinggalkan aku sendiri.” Rengeknya dengan manja.

“Aku memang tidak akan pergi meninggalkanmu sekarang.” Jawab Changmin yang telah beres mengancingkan seluruh kancing kemejanya dan sang gadis berbinar-binar mendengarnya. “Tapi kau yang akan pergi sekarang juga, sayang…” Lanjut Changmin sembari menyeringai kecil.

“A-apa? Tapi-”

“Tidak ada tapi-tapi-an! Kau bangun dari atas tidurku sekarang juga, atau kau tidak akan pernah merasakan bayaranmu yang sepadan, sayang…” Sela Changmin cepat.

“Ck! Kau keterlaluan!” Gerutu gadis itu lagi dan sedetik kemudian ia telah beranjak dari atas ranjang itu, meraih pakaiannya yang berserakan dan melewati Changmin dalam keadaan telanjang.

Ia tak peduli saat Changmin memperhatikan setiap lekuk tubuhnya. Ia justru berharap jika Changmin akan kembali memperlakukannya seperti tadi malam, tapi sayangnya itu hanyalah harapannya semata.

Ting Tong… Ting Tong…

Suara bel berbunyi dan Changmin bergegas keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju pintu rumahnya yang terbilang cukup mewah namun tetap terlihat maskulin. Dan Changmin terlihat begitu bingung saat membuka pintu dan malah menemukan seorang gadis yang berdiri tepat di depan pintu rumahnya.

Sebelah alis Changmin terangkat ke atas, tetapi gadis itu membalasnya dengan satu senyuman tipis di wajahnya yang manis.

“Selamat pagi… benarkah… ini rumah Tuan Shim Changmin?” Tanya gadis itu kemudian.

“Ya, kau siapa?” Jawab Changmin tanpa basa-basi sedikitpun.

“Oh, jadi kau orangnya… perkenalkan aku-”

“Aku akan pulang sekarang jika kau memang tidak membutuhkan aku lagi, sayang….” Suara sang gadis yang telah menghabiskan satu malam bersama Changmin itu, memotong ucapan sang gadis yang baru saja datang.

Sadar jika ada orang lain di tempat itu, sang gadis itu berpura-pura terkejut dan menarik salah satu tangannya untuk menutup mulutnya.

“Ups… sepertinya aku sudah mengganggu, lebih baik aku pergi saja.” Senyumnya dengan  santai, ia menoleh pada Changmin dan menaikkan secarik kertas yang di temukannya di atas meja samping ranjang Changmin itu.

“Aku sudah mengambil bayaranku, terima kasih untuk semalam.” Gadis itu mengedipkan  sebelah matanya sambil tersenyum menggoda pada Changmin dan pria itu hanya bersikap acuh padanya, tak peduli jika gadis itu pergi dengan membawa uangnya yang memang telah di siapkan untuk gadis ‘sewaannya’ itu.

Sang gadis lainnya yang rupanya tengah memperhatikan semua itu, perlahan bergidik geli. Ia tak dapat menahan dirinya untuk membayangkan apa yang telah di lakukan gadis itu di rumah Changmin selama tadi malam.

Namun, sebelum pikirannya melayang terlalu jauh, suara Changmin telah terlebih dahulu membuyarkan lamunannya dan membuat gadis itu kembali berpaling menoleh padanya.

“Jadi.. siapa namamu?” Tanya Changmin kemudian.

“Eoh… ah… yah, namaku Park Yonhee. Maksud kedatanganku kemari adalah untuk melamar menjadi pelayan di rumahmu. Aku melihatnya di info lowongan pekerjaan… bukankah kau sedang membutuhkan jasa seorang pelayan?” Ujar gadis itu kemudian.

Dan akhirnya Changmin paham akan kehadiran gadis itu, ia lantas mempersilahkan gadis itu masuk dan menyuruhnya untuk menunggunya sebentar.

Changmin tak pernah tahu, jika kehadiran gadis itu dalam rumahnya akan membuat kehidupan yang selama ini di jalaninya berubah dalam seketika.

©¶When Men In Love¶©

Ini adalah awal dari kisah ke-empat pria tampan nan kaya serta memiliki kekuasaan yang lebih. Sebuah pertemuan dengan seorang gadis yang tak di duga itu, justru akan membuat mereka mengalami perubahan besar dalam kehidupan mereka.

Perasaan terobsesi, ingin memiliki seutuhnya dan memaksakan segala kehendak mereka, akan mulai tumbuh dalam diri mereka ketika bertemu para gadis tersebut. Semua perasaan serta sikap yang mendominan akan mendarah daging dan mengalir dalam setiap pembuluh darah mereka.

To Be Continued..