Too Little Too Late (3)

Tittle                       : Too Little Too Late

Author                    : NtaKyung

Art Poster              : NtaKyung

Main Casts             : Lee Donghae, Shim Miyoung and Other Casts (Find By Yourself)

Length                     : Series [On Writing]

Genre                      : Angst, Family, Romance, Unrated

Rating                     : PG-15

Disclaimer              : Seluruh cast dalam ff ini adalah milik Tuhan, orang tua dan mereka sendiri! Tapi isi dalam cerita ini semuanya milik saya! So, Don’t BASH!!

DON’T LIKE? DON’T READ! NO BASHING, PLAGIAT? GO AWAY! AND BE GOOD READERS.

©Too Little Too Late©

Seluruh tubuh Miyoung mendadak tegang, kehadiran Donghae yang tidak terduga jelas saja membuat wanita ini terkejut sekaligus ketakutan. Dia tak pernah mengharapkan kehadiran pria itu dirumahnya, dia tak ingin jika sampai pria itu mengetahui keberadaan Haejoon!

“Sepertinya, kedatanganku bukan di waktu yang tepat.” Donghae memecah keheningan di antara mereka, membuyarkan rasa takut yang sejak tadi menyergap perasaan Miyoung.

Wanita ini menatapnya dengan penuh kebencian. “Kedatanganmu memang tidak pernah diharapkan dirumahku!” ketusnya.

Donghae terdiam, rahangnya tampak mengeras dan tatapannya menyipit tajam. “Kenapa? Apa karena kau takut aku bertemu dengan kekasihmu? Ahh… atau kau sudah memiliki seorang suami?!” ujarnya, namun dalam hati, ia bahkan tak mengharapkan Miyoung untuk menjawab pertanyaannya ini.

Seolah-olah, sesuatu dalam hatinya tengah berusaha memberontak, memaki-maki dirinya sendiri karena tak dapat menjaga mulut sialannya itu! Lagipula, dia masih menanamkan keyakinannya, bahwa Miyoung masih tetap sendiri sampai saat ini.

Sementara disisi lain, Miyoung tampak berpikir. Bagaimana mungkin pria itu berpikir jika dirinya telah bersuami? Hey! Dia bukanlah wanita jalang yang dapat bergonta-ganti pria!

“Benar! Aku takut jika suamiku melihatmu dan mungkin saja memukulmu sampai babak belur, karena telah mengganggu isterinya. Kau puas?!” ia melontarkan kata-kata itu dari mulutnya, kontras bertolak belakang dengan kata hatinya.

“Apa?” Donghae membeku ditempatnya. Apa dia baru saja mengatakan… suami?! ia membatin dalam hatinya, tetapi segera menepis pikiran tersebut. “Kau bohong!” tuduhnya.

Kedua bola mata hitam Miyoung sontak melebar, bagaimana bisa pria itu mengetahuinya? “Untuk apa aku berbohong?!” balas Miyoung dengan nada sinis, kedua tangannya terlipat di depan dadanya. “Aku memang sudah menikah dan memiliki seorang anak! Tidakkah itu cukup untuk membuatmu berhenti menggangguku?!”

Donghae menegang ditempatnya, “Tunggu dulu! Bisa kau ulangi perkataanmu?!” ujarnya, memastikan jika ia mungkin hanya salah mendengar perkataan wanita itu.

“Apa kau tuli?! Sudah kukatakan padamu, aku telah menikah dan memiliki seorang anak! Kau sudah dengar sekarang?!”

Deg!

Suara petir yang menyambar, tiba-tiba saja terdengar menggema dalam benaknya. Seluruh tubuhnya mendadak kaku dan jantungnya pun seolah berhenti berdetak.

“Itu mustahil!” dia berucap, runtuh sudah keyakinannya tentang ‘status’ Miyoung.

“Eomma!” Haejoon berteriak sambil berlari menghampiri Ibunya.

Namun, kedatangan Haejoon sangatlah tidak tepat. Miyoung berbalik, menatap was-was pada Haejoon yang kini langsung memeluk kedua kakinya dengan erat.

“Hae-Haejoon-ah.. k-kenapa kau keluar?” ia tak bisa menyembunyikan ketakutan yang tiba-tiba saja merambat dalam hatinya itu dan parahnya lagi, Donghae menyadari hal tersebut.

Pria ini baru saja ingin mengatakan sesuatu, namun ketika Haejoon menoleh padanya dan menatapnya dengan kedua bola matanya yang bulat dan sedikit sayup itu, seolah membuat otot syaraf dalam tubuhnya mendadak berhenti berfungsi.

“Eomma, dia siapa?” Haejoon bertanya seraya menunjuknya dan mendongakkan kepalanya keatas menatap sang Ibu.

Miyoung seperti kehabisan kata-kata, entah kenapa bibirnya terasa mengejur dan lidahnya pun mendadak berubah kelu, sulit rasanya hanya untuk sekedar menjawab pertanyaan Haejoon yang masih berusia 6 tahun ini.

Jika saja, pria itu bukanlah Lee Donghae, dia mungkin dapat menjawabnya. Tetapi, pria itu adalah Lee Donghae dan dia adalah—ayah kandung Haejoon!

Sedangkan Donghae tak mampu sedikitpun mengalihkan perhatiannya dari bocah lelaki yang tampak menggemaskan itu. Wajahnya, sorot matanya, senyumnya dan suaranya. Entah kenapa, semua itu seperti mempengaruhi sistem otaknya, membuatnya tak mampu sedikitpun untuk berpaling darinya.

Seperti ada sebuah benang kasat mata yang tak dapat putus di antara mereka, mengikatnya dengan kuat. Dan entah ini hanya perasaan saja, atau memang perasaannya benar, tapi… kenapa anak itu begitu terasa mirip dengannya?! Kenapa dia bisa membayangkan dirinya pada bocah lelaki itu?!

“Miyoung-ah, maaf, Haejoon terus—Donghae?!” Kyuhyun tertegun ditempatnya, terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Dan mendengar suara yang tak asing lagi ditelinganya, membuat Donghae menoleh kearah Kyuhyun, lalu sedetik kemudian, reaksi yang sama di perlihatkan oleh pria ini.

“Kyuhyun-ah, apa yang kau lakukan disini?!” tanyanya dengan nafas tercekat, nyaris tak terdengar. Sungguh, dia benar-benar terkejut dengan kehadiran sosok Kyuhyun. Demi tuhan, ini adalah rumah mantan isterinya!! Bagaimana mungkin adiknya bisa ada di sini?!

Kyuhyun tak menjawab, dia justru menoleh pada Miyoung yang kini tampak menggigil hebat, terlihat ketakutan dan panik disaat yang bersamaan.

“Miyoung-ah, masuklah ke dalam…” ujarnya kemudian.

Miyoung menoleh padanya, tampak ragu dan bingung. Namun saat Kyuhyun mengangguk singkat kepadanya, seolah memberi isyarat kepadanya bahwa semuanya akan baik-baik saja, maka Miyoung menuruti perkataan pria itu.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Miyoung segera menggandeng tangan Haejoon dan segera membawa anaknya itu masuk kedalam rumah, lalu menutup pintu rumahnya rapat-rapat.

Donghae memicingkan matanya curiga, ada yang aneh dengan keadaan ini, tetapi dia tak tahu apa itu. Dilihatnya Kyuhyun yang seolah memiliki jawaban untuk beribu pertanyaan yang kini berputar dalam benaknya.

“Kau—”

“Bisakah kita membicarakannya saat dirumah?” Kyuhyun mendahuluinya, membuat pria dihadapannya ini semakin yakin, jika hanya dirinyalah yang tidak mengetahui apapun.

“Siapa anak itu? Dan kenapa kau bersama Miyoung?!” tanya Donghae, mengabaikan semua perkataan Kyuhyun tadi.

“Donghae-ya.”

“Aku hanya ingin mengetahuinya, Cho Kyuhyun!” ada ketegasan yang terselip di dalam nada suaranya dan Kyuhyun terlihat menghembuskan nafasnya dengan berat.

“Pulanglah, aku akan menjelaskan semuanya saat dirumah.”

“Kau memerintahku?!” Donghae tampak tidak suka dengan sikap Kyuhyun ini. Ayolah, dia bukan lagi seorang anak kecil berusia 8 tahun yang masih dapat dibohongi! Dia adalah seorang pria dewasa berusia 32 tahun yang memiliki berbagai macam pertanyaan yang menyangkut mantan isterinya!

Kyuhyun menatapnya serius, tampak tajam dan dingin. “Aku sedang tidak main-main, Lee Donghae!”

“Aku juga tidak main-main, aku hanya ingin tahu kenapa kau—”

“Aku adalah kekasihnya, kau puas?!” bentak Kyuhyun dengan kasar, membuat Donghae langsung terdiam seribu bahasa.

Kedua matanya membelalak, nafasnya tercekat dan tanpa disadarinya, kedua tangannya telah mengepal dengan sangat kuat di kedua sisi tubuhnya. Sementara Kyuhyun, pria ini tampak tak gentar ataupun takut kepadanya, tatapannya yang tajam seolah mengisyaratkan Donghae untuk segera mengangkat kedua kakinya dari tempat ini.

Donghae menggeram marah, walau bagaimanapun juga, ia tak mungkin bertengkar dengan adiknya sendiri. Ia lantas mengumpat, “Persetan dengan kalian semua!”

Lalu, ia berbalik dan masuk ke dalam mobilnya, menyalakannya lalu melajukannya seperti orang gila yang kerasukan. Tak peduli jika hal tersebut mampu membahayakan nyawanya.

Disisi lain, Kyuhyun tampak menghembuskan nafasnya dengan berat. Ini tidak semudah seperti yang di pikirkannya, melawan kakaknya sendiri, sama saja seperti membunuhnya secara perlahan-lahan.

Ia kemudian berbalik, berjalan masuk ke dalam rumah Miyoung lalu menyambar jaket kulit yang sempat dikenakannya dan bersamaan dengan itu, Miyoung tampak keluar dari kamar Haejoon.

“Kau akan pergi?” tanyanya dan Kyuhyun mengangguk singkat. Entah kenapa, suasana di antara mereka tiba-tiba saja berubah canggung.

“Haejoon sudah tidur?” Kyuhyun balik bertanya.

Kini giliran Miyoung yang mengangguk, “Sepertinya dia terlalu lelah. Dia menceritakan banyak hal, termasuk kau yang membelikannya banyak mainan dan membawanya ke taman bermain…”

Kyuhyun kembali mengangguk dan suasana canggung itu kembali muncul. Keduanya lebih memilih untuk sama-sama terdiam, seakan enggan untuk memulai pembicaraan.

“Miyoung-ah…” panggil Kyuhyun kemudian, membuat wanita itu kembali menatapnya. “Kupikir, sepertinya Donghae…”

“Aku tahu.” Miyoung menyela ucapannya, seperti tak ingin mendengar kelanjutan dari kata-kata Kyuhyun.

“Aku akan menjelaskannya, karena itu.. hari ini aku akan pulang.” jawabnya dan lagi-lagi Miyoung hanya mengangguk sebagai jawabannya. Lama mereka terdiam dan Kyuhyun terlihat mencemaskan keadaan Miyoung. “Kau baik-baik saja?” tanyanya kemudian.

“Entahlah…” wanita itu mengangkat kedua bahunya. “Aku hanya…” kedua tangannya bergerak memeluk tubuhnya sendiri, ketakutan jelas terlihat dari pancaran matanya. “Aku hanya belum siap dengan semua ini.”

Kyuhyun mendesah frustrasi, lalu tanpa bisa ditahan lagi, ia segera menarik tubuh Miyoung ke dalam dekapannya yang erat dan hangat. “Semuanya akan baik-baik saja, Young. Kau harus percaya padaku…” bisiknya, membelai kepala Miyoung dengan sangat lembut.

“Aku takut…” lirihnya dan Miyoung mulai terisak dalam pelukannya. “Aku benar-benar tidak ingin dia mengetahuinya! Aku hanya merasa takut jika—”

“Ssstt…” Kyuhyun mencoba menghentikan ucapannya. Jujur saja, menyakitkan rasanya saat melihat wanita yang kau cintai menangis dalam pelukanmu sendiri. “Aku ada bersamamu.”

©Too Little Too Late©

“ARGH!” Donghae melempar jasnya dengan kasar ke sembarang arah, nafasnya tampak memburu dan urat-uratnya terlihat menonjol di balik kulit lehernya.

“Sial! Sial!” ia mengumpat frustrasi, mengusap wajahnya dengan cepat lalu menjatuhkan tubuhnya keatas kasurnya.

Ia sudah mencoba untuk menghapus kejadian tadi dari benaknya, mengabaikan keberadaan bocah lelaki yang terlihat mirip dengannya dan fakta bahwa Kyuhyun -adiknya-, memiliki sebuah hubungan dengan mantan isterinya sendiri.

Apakah itu masuk akal?!

Knock… Knock… Knock…

“Donghae-ya… eomma boleh masuk?” suara Ibunya terdengar dari balik pintu kamarnya yang tertutup rapat.

Donghae mendesah panjang, mengangkat tubuhnya untuk duduk ditepi ranjangnya. “Ya, eomma. Masuklah.”

Ibunya masuk begitu mendengar jawabannya, senyuman hangat yang biasa diperlihatkan olehnya tampak di kedua sudut bibirnya, menghiasi wajahnya yang masih tetap terlihat cantik meski usianya sudah tidak muda lagi.

“Kyuhyun meneleponku dan mengatakan semuanya.” ia duduk di sampingnya. “Kalian bertengkar, itu benar?” tanyanya kemudian.

Donghae mengangkat kedua bahunya, lalu menghela nafas berat. “Tidak bertengkar, hanya sedikit berdebat.” jawabnya dengan lemas. “Aku hanya ingin mengetahui hubungan apa yang dimilikinya dengan Miyoung, tapi dia bersikeras menyuruhku pulang!” lanjutnya.

“Dan kau marah padanya?” Ibunya kembali bertanya.

“Tentu saja! Dia tidak seharusnya bersikap seperti itu kepadaku! Tidak bisakah dia hanya menjawab pertanyaanku? Aku ini kakaknya!” jawab Donghae dengan nada tak terima.

Ibunya membelai lembut punggungnya, mencoba menenangkan Donghae dari rasa marah yang terus melandanya. “Dia hanya ingin menjaga perasaanmu, Donghae-ya.”

“Menjaga perasaanku?! Kenapa?!” Donghae mengerutkan keningnya, “Karena dia memiliki hubungan dengan Miyoung?! Apakah dia merasa malu karena tertangkap basah sedang berpacaran dengan mantan isteri kakaknya sendiri?!” sungutnya dengan penuh emosi.

“Donghae-ya..”

“Hubungan mereka tidak masuk akal! Bagaimana mungkin mereka bisa—”

“Kyuhyun telah jatuh cinta pada Miyoung sejak mereka di bangku Kuliah dulu, Donghae-ya. Apakah selama ini kau tidak menyadarinya?”

Dan kata-kata Ibunya, seolah menyentak batinnya. Seperti ada sebuah batu besar yang tiba-tiba menghantam tepat di hatinya, lalu menyebarkan sebuah bubuk racun yang sukses membuat seluruh otot-otot syarafnya melemas.

“A-apa?” Donghae tertegun, menatap Ibunya dengan tatapan terkejut sekaligus tak percaya. “Eomma, kau… bergurau kan?” dan Ibunya menjawab dengan sebuah gelengan singkat.

Di tepuknya dengan pelan pundak Donghae, lalu beliau beranjak dari tempatnya. “Untuk kali ini saja, pikirkan bagaimana perasaan adikmu pada wanita yang di cintainya. Berhenti berpikir egois hanya karena kau adalah kakaknya.” ujarnya seraya berlalu pergi.

Sementara itu, Donghae tampak merenung, kata-kata Ibunya terus terngiang, seperti sebuah film yang terus di putar secara berulang dalam benaknya.

Benarkah… Cho Kyuhyun telah mencintai Miyoung sejak dulu? Tapi kenapa selama ini dia tak menyadarinya?

©Too Little Too Late©

Dua jam kemudian, Donghae masih terjaga diatas ranjangnya dan suara mobil yang baru saja terparkir di halaman depan rumahnya, membuat Donghae langsung beranjak dari atas ranjangnya lalu bergegas menuju halaman depan, berjalan cepat menghampiri Kyuhyun yang baru saja keluar dari dalam mobilnya.

“Cho Kyuhyun!”

Bugh!

Sebuah pukulan telak langsung mendarat di pipi kanan Kyuhyun dan membuat tubuhnya nyaris kehilangan keseimbangannya. Kyuhyun menoleh padanya, terlihat marah dan geram, lalu pada detik itu juga, ia membalas pukulan Donghae dengan tak kalah kuatnya. Tubuh Donghae terhuyung ke belakang, tetapi dia kembali berdiri tegak dan membalas pukulan Kyuhyun lagi.

Terus seperti itu, keduanya saling memukul satu sama lain, membiarkan wajah tampan  mereka lebam dengan luka dan darah segar yang mengalir di ujung bibir mereka yang sobek. Namun, keduanya seolah tak peduli. Mereka terus saling memukul, tak ada yang kalah ataupun menang, kekuatan mereka sama-sama imbang. Sampai akhirnya, mereka sudah terlihat tak mampu berdiri lagi, pukulan terakhir dilakukan secara bersamaan dan keduanya sama-sama terjatuh, terbaring dengan nafas mereka yang tersenggal-senggal.

Akan tetapi, selang beberapa detik kemudian, baik Donghae maupun Kyuhyun sama-sama tersenyum, mereka menoleh, saling menatap geli dan tiba-tiba saja keduanya langsung tertawa keras, sedikit mengaduh saat luka disudut bibir mereka terasa perih.

“Well, jadi sejak kapan, huh?” tanya Donghae kemudian, tawanya sudah sedikit reda dan ia masih terlalu enggan untuk beranjak dari posisinya.

Angin malam yang terasa dingin, tak lagi dirasakan keduanya. Mereka hanya tetap diam berbaring diatas aspal yang dingin dan keras, pandangan keduanya tertuju pada langit malam yang terlihat lebih terang daripada hari-hari sebelumnya.

“Sejak kita masih kuliah dulu. Aku sudah jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama.” Kyuhyun mengakui.

“Lalu, kenapa kau membiarkan kami menikah?”

“Karena Miyoung mencintaimu.”

Donghae tertegun, namun sesaat kemudian suara tawa hambar terdengar. “Aku seorang playboy, ingat? Kenapa kau membiarkannya?”

“Bukankah saat dulu, aku tidak jauh berbeda denganmu?” sahut Kyuhyun yang lagi-lagi dibalas tawa Donghae.

“Aku bodoh.” ujar Donghae.

“Ya, kau bodoh!” Kyuhyun menyetujui. “Dan tak seharusnya kau melukai perasaannya!”

“Aku tahu…” ia tersenyum lirih, sama sekali tak disadari Kyuhyun. “Lalu… Haejoon?” jujur saja, sebenarnya Donghae sedikit takut untuk menanyakan ‘identitas’ anak itu. Tetapi, dia seolah mendapat dorongan dalam hatinya untuk memaksa dirinya mengetahui siapa bocah menggemaskan yang tampak begitu mirip dengannya itu.

Kyuhyun terdiam, tampak ragu untuk mengatakan siapa Haejoon sebenarnya. “Mungkin kau akan terkejut saat mengetahuinya…” ujarnya menggantung.

“Kenapa? Apa mungkin dia adalah anak dari hasil perselingkuhan kalian?”

“Lee Donghae!”

“Aku bercanda…” Donghae tersenyum geli mendengar nada suara Kyuhyun yang marah. Adiknya ini, jelas sekali benar-benar sangat mencintaimu Miyoung.

Tapi, kenapa rasanya seperti ada yang mengganjal dalam hatinya? Seolah, hati kecilnya tak menyukai fakta ini. Bahwa mantan isterinya berhubungan dengan adiknya sendiri.

Cemburukah? Atau karena merasa terkhianati oleh mereka berdua?

Entahlah, mungkin ini karena awalnya, dia berpikir jika Miyoung tidak mungkin dapat melupakannya begitu saja. Salahkan sikap narsisme-nya yang terlalu tinggi, sehingga dia selalu berpikiran seperti itu.

“Jadi… siapa anak itu?” Donghae kembali bertanya dan Kyuhyun terlihat menghela nafas panjang, benar-benar tak yakin untuk mengatakan yang sesungguhnya.

“Dia…” Kyuhyun terdiam, menelan salivanya sendiri rasanya sulit sekali sekarang. “Dia adalah anakmu.”

Deg!

Senyuman di sudut bibirnya lenyap dalam seketika, raut wajahnya berubah pucat pasi dan jantungnya pun seolah berhenti berdetak.

Bibirnya mengejur, lidahnya pun kelu. Dia tak dapat mengatakan apapun, selain tetap diam dan memandang langit yang bertaburan bintang yang berkilauan. Wajah Haejoon kembali terlintas dalam benaknya dan sebuah perasaan bersalah tiba-tiba merayapi hatinya.

“Miyoung telah mengandung dua bulan, ketika kalian berdua memutuskan untuk bercerai. Dia sengaja tak mengatakannya padamu… karena—”

“Karena dia memang tidak ingin aku mengetahui keberadaan anak itu. Benarkan?”

“Ya…”

Lalu keheningan pun menyelimuti keduanya, Kyuhyun merasa tak ada hal lain yang harus ia jelaskan kepada Donghae. Pria itu kini telah mengetahui siapa identitas anaknya dan tiba-tiba saja, dia merasa takut jika lambat laun, kehadiran Donghae hanya akan membuatnya semakin sulit untuk ‘menggapai’ Miyoung.

Sementara Donghae, dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Bayangan tentang masa lalu pun langsung terasa menghantui benaknya, membuat perasaan bersalah itu terus dan terus membengkak di dalam hatinya.

<Flash Back Start>

“Apa ini?” Donghae memandang selembar kertas yang disodorkan Miyoung, tepat ketika dia baru saja terbangun dari tidurnya.

Miyoung tak menatapnya, namun tersirat sebuah kesedihan, kemarahan dan kekecewaan di saat bersamaan dalam raut wajahnya. “Aku ingin kita bercerai.”

Seolah jiwanya belum terkumpul semua, Donghae mengerjap ditempatnya. Rasa pusing akibat minuman berakohol yang ia minum tadi malam, berefek sampai pagi ini.

“Kau bilang apa tadi?” tanyanya memastikan.

“Aku ingin kita bercerai. Apa itu kurang jelas untukmu?!”

“Kau serius?” Donghae tertegun, memandang selembar kertas dihadapannya.

“Ya. Kau senang bukan? Dengan begitu, kau akan mendapatkan kembali kehidupanmu yang bebas.”

“Apa?” keningnya mengkerut dalam. “Apakah ini adalah sebuah omong kosong?!”

Sejujurnya, perceraian ini benar-benar tak masuk akal untuknya. Jelas sekali jika isterinya ini begitu mencintainya dan meskipun ia tak memiliki perasaan apapun yang dinamakan ‘cinta’, dia tetap menikahinya demi menuruti keinginan kedua orang tuanya.

Tapi, ada apa dengan semua ini? Kenapa Miyoung tiba-tiba saja meminta bercerai? Apakah wanita ini mabuk sepertinya? Oh tidak… dia jelas membenci minuman-minuman seperti itu.

“Aku tidak main-main, Lee Donghae! Aku ingin bercerai!” teriak Miyoung emosi, tak dapat lagi bersikap tenang seperti biasanya.

“Bercerai! Bercerai! Apa kau tidak bisa berhenti mengatakan hal itu?! Kepalaku pusing saat mendengarnya!” balas Donghae sinis,

“Aku tidak peduli! Aku tetap ingin bercerai denganmu!” Miyoung beranjak dari duduknya, hendak meninggalkan pria itu, namun cengkraman Donghae di pergelangan tangannya menahan langkahnya. “Lepas—”

“Apa kau berselingkuh?!” tuduh Donghae. Entah muncul darimana pemikiran itu, tetapi ia tak bisa memikirkan alasan lain kenapa wanita itu ingin bercerai dengannya.

Ini bukan berarti dia ingin mempertahankan pernikahannya karena menyayangi wanita itu sebagai isterinya. Tidak, bukan sama sekali. Donghae akui, jika bercinta dengan Miyoung adalah ‘bonus’ terindah yang ia dapat karena menikahi wanita itu. Namun, bukan berarti dia memiliki perasaan khusus kepadanya. Donghae hanya tak ingin mengecewakan Ibunya yang sudah menyayangi Miyoung sebagai anaknya sendiri. Ia tak bisa melihat kekecewaan di wajah Ibunya, jika sampai perceraian ini terjadi.

Plak!

Sebuah tamparan yang cukup keras mendarat tepat di pipi kanan Donghae, membuatnya terkejut dan menoleh pada Miyoung dengan kedua matanya yang membulat marah.

“Kau—”

“Brengsek!” air mata menetes secara bergantian dari sudut matanya, dan ajaibnya, hal itu justru membuat sekujur tubuh Donghae membeku. Lidahnya menjadi kelu dan bibirnya pun mengejur kaku, sulit rasanya untuk mengucapkan sepatah katapun.

“Setelah kau meniduri pelacur itu! Apakah kau masih berpikir aku yang telah berselingkuh darimu?! Kau memang bajingan, Lee Donghae! Aku membencimu! Sejak awal seharusnya aku sadar, jika kau memang tidak akan pernah bisa berubah! Kau benar-benar brengsek!” jerit Miyoung dengan histeris, air matanya semakin mengalir deras dan ia pun segera berbalik, meninggalkan Donghae yang tak dapat melakukan apapun selain tetap terdiam di tempatnya sekarang.

<Flash Back End>

©Too Little Too Late©

“Haejoon-ah… ayo cepat! Kita bisa terlambat!” teriak Miyoung yang terlihat berlari kecil ke teras depan rumahnya, di susul sesosok Haejoon yang memakai seragam TK-nya.

“Eomma… kau memakai sepatu yang salah.” tunjuk Haejoon polos, mengarah pada kedua flat shoes yang di pakai Miyoung sekarang.

Miyoung menunduk dan langsung meringis pelan, “Ck…” ia menggeleng, lalu berlari lagi untuk masuk ke dalam rumahnya dan mengganti sepatunya.

Tawa Haejoon terdengar dari luar dan beberapa detik kemudian, Miyoung kembali dengan wajah cemberut. “Puas menertawakan eomma, eoh?”

“Ups!” Haejoon buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan matanya pun nampak membulat, terlihat lucu dan menggemaskan.

Wajah cemberut Miyoung seketika berubah, anaknya ini memang tahu caranya mengubah mood Ibunya dengan baik. Ia tertawa gemas dan langsung menyerbu Haejoon dengan sebuah gelitikan kecil yang tentu saja membuat anaknya itu tertawa renyah.

“Sudah… sudah! Eomma! Sudah… Ha ha ha ha ha ha ha.” tawa bahagia Haejoon bagaikan candu untuknya. Seperti sebuah melodi indah yang selalu mampu menentramkan hatinya dan Miyoung tak menginginkan apapun lagi di dunia ini, selain hidup bahagia bersama anaknya ini. Hanya berdua, tanpa siapapun yang dapat memisahkan mereka.

“Baiklah, ayo kita berangkat!” Miyoung akhirnya menggandeng anaknya untuk memasuki mobil taxi yang sudah ia pesan sebelumnya.

Tanpa keduanya sadari, sebuah mobil lainnya, terlihat terparkir tak jauh dari rumahnya. Sosok dalam mobil itu terus memperhatikan keduanya, bahkan tatapan itu tak lepas ketika mobil taxi mulai melaju dan menghilang di tikungan depan.

Sosok tersebut tak lain adalah Lee Donghae. Sejak tadi ia terus memperhatikan Miyoung bersama anaknya tanpa berani sedikitpun untuk keluar dari dalam mobilnya. Ia bersandar seraya memejamkan kedua matanya.

Sesaat, ia menghembuskan nafasnya yang terasa berat dan ucapan Kyuhyun tadi malam pun kembali terngiang-ngiang dalam benaknya.

“Miyoung telah mengandung dua bulan, ketika kalian berdua memutuskan untuk bercerai. Dia sengaja tak mengatakannya padamu… karena—”

“Karena dia memang tidak ingin aku mengetahui keberadaan anak itu. Benarkan?”

“Ya…”

Dia merubah posisinya, menundukkan wajahnya di antara setir mobilnya lalu meletakkan kedua tangannya di sisi kepalanya. “Sekarang… apa yang harus kulakukan? Miyoung pasti tidak ingin bertemu denganku lagi. Argh!! DAMN!” ia mengerang frustrasi, memukul setir mobilnya dengan penuh emosi, berusaha meluapkan kegundahan hatinya saat ini.

Ia ingat, bagaimana ekspresi Miyoung saat itu ketika ia menanyai tentang identitas anak itu, yang ternyata adalah anaknya sendiri! Darah dagingnya sendiri!

Sebenarnya, ia tak mengerti dengan semua kondisi ini. Dia bingung harus melakukan apa, tetapi yang jelas, nalurinya mengatakan jika dia harus melihat anak itu. Jadilah seperti ini, dia hanya mengamati diam-diam aktivitas yang dilakukan Miyoung dan Haejoon.

Dan hatinya tiba-tiba saja terasa sesak ketika melihat kebahagian yang terpancar di wajah mereka berdua. Tak terbayangkan olehnya, jika ia hadir diantara mereka, akan jadi seperti apa nantinya? Miyoung bahkan tak pernah mengharapkan kehadirannya lagi. Tapi, dia pun tak bisa begitu saja mengabaikan keberadaan anak itu.

Hatinya… entahlah, dia hanya merasa jika di antara dirinya dan anak itu memiliki sebuah ikatan. Semacam ikatan batin diantara Ayah dan Anak, meskipun ia tak terlalu paham dengan semua ini, tetapi ia sadar, jika hati kecilnya menginginkan untuk dapat melihat anak itu, melihat bagaimana perkembangannya dan bagaimana ia tumbuh menjadi bocah lucu dan menggemaskan seperti sekarang ini.

“Ini tidak bisa dibiarkan… aku harus berbicara dengan Miyoung. Tak peduli bagaimanapun reaksinya nanti. Aku harus tetap berbicara dengannya!” putus Donghae, sebelum akhirnya memilih untuk segera meninggalkan kawasan perumahan ini.

©Too Little Too Late©

“Hey!” Jaehee menepuk pundak Miyoung dan membuatnya segera tersadar dari lamunan panjangnya. Ia melirik Jaehee sekilas, lalu berpura-pura menyibukkan dirinya dengan file-file yang belum tersentuh sedikitpun olehnya sejak ia kedatangannya beberapa jam lalu.

“Hey, Jae! Apa yang kau lakukan? Tidak ada kerjaan?” tanya Miyoung mencoba untuk terlihat santai, tapi sayangnya Jaehee tidak semudah itu di bohongi olehnya.

“Tell me, what happened?” Jaehee melipat kedua tangannya, menatap Miyoung dengan kedua matanya yang menyipit.

Miyoung terlihat menghela nafas panjang, “I dont understand what you mean, Shin Jaehee…” elaknya, masih berusaha memfokuskan dirinya dengan file-file yang menumpuk itu.

“It’s about your ex-husband, right?” tebaknya dan hati Miyoung terasa mencelos, jari-jarinya berhenti bergerak mengetik sesuatu tak penting diatas keyboard-nya.

“Aku tidak ingin membahasnya.” singkat dan jelas, namun Jaehee tak puas dengan jawaban itu. Dia ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi di antara Miyoung dan Donghae.

“Oh ayolah, Miyoung-ah. Kau sudah melamun sejak datang ke ruanganmu dan itu bukan Miyoung yang kukenal!”

Sekali lagi, Miyoung menghela nafas panjang dan kecemasan perlahan-lahan mulai tampak dalam raut wajahnya. “Dia mengetahuinya.” ujar Miyoung menggantung.

“What?” sebelah alis Jaehee terangkat.

“Hanjoo… mungkin dia telah mengetahui keberadaan anaknya sekarang…” tutur Miyoung. “Dan aku takut… entahlah, aku seperti merasa.. kehadirannya seolah mengancam posisiku dan Haejoon.” jelasnya kemudian, menyerah untuk terus menutupi masalahnya dari Jaehee.

Jaehee mulai duduk disampingnya. “Tapi dia Ayahnya, Young. Dia sudah seharusnya tahu keberadaan anaknya, Haejoon…” nadanya melembut.

“Tidak.” Miyoung menggeleng lemah. “Bukankah sudah kukatakan padamu? Aku tidak peduli jika Ayahnya tak mengetahui keberadaan kami, keberadaan Haejoon. Aku akan lebih senang jika dia tidak mengetahui apapun tentang kehidupanku setelah kami bercerai.”

“Kau tidak bisa terus seperti ini, Young. Walau bagaimanapun juga, dia tetaplah Ayah Haejoon. Sebrengsek dan seburuk apapun seorang Lee Donghae, kau tidak bisa memungkiri jika dia adalah Ayah kandung Haejoon dan baik Donghae maupun Haejoon, berhak untuk saling mengetahui keberadaan masing-masing,”

“Tapi Jaehee-ya.. dia—”

“Bukankah kau tetap menggunakan marga Lee di belakang nama anakmu? Bukankah itu artinya, kau masih mengakui keberadaan Donghae sebagai Ayahnya?”

“Aku hanya menghargai Ibunya yang memiliki marga sama seperti dirinya! Tidak lebih! Lagipula itu adalah permintaan kedua orang tuanya, untuk tetap mencantumkan marganya di belakang nama Haejoon!”

“Tapi Miyoung-ah…”

“Kau tidak mengerti.” Miyoung menggeleng, menghembuskan nafasnya dengan berat. “Ini lebih rumit daripada yang kau pikirkan, Jae. Aku… aku tidak bisa semudah itu untuk dapat memaafkannya…” suaranya mulai bergetar, tapi sebisa mungkin ia menahan air matanya untuk tidak keluar barang setitik pun.

Cukup sudah air matanya ini habis terkuras tujuh tahun lalu, demi menangisi seorang pria brengsek seperti Lee Donghae dan ia tak ingin mengulang kesalahannya lagi hanya untuk menangisi seseorang sepertinya.

Jaehee memandangnya prihatin. Dia tahu bagaimana sulitnya kehidupan Miyoung setelah ia bercerai dengan suaminya dan dalam kondisi mengandung. Wanita itu menceritakan setiap detail kejadiannya, namun tak pernah sedikitpun menyebutkan nama suaminya.

Dan sekarang, setelah Jaehee tahu jika mantan suami yang Miyoung maksud adalah Lee Donghae, seorang CEO yang di kenal dengan sikap playboy-nya, rasa-rasanya Jaehee ingin menonjok wajah tampan itu. Menghajarnya habis-habisan lalu membuatnya sadar jika apa yang telah ia lakukan pada mantan isterinya itu adalah kesalahan besar!

“Maaf, Miyoung-ah.. aku tidak bermaksud untuk membuatmu terluka dengan perkataanku. Aku mengerti bagaimana perasaanmu.” ia segera merangkul hangat tubuh sahabatnya itu dan hanya menerima rangkulan itu dengan sukarela, ia memang telah menganggap Jaehee sebagai kakaknya sendiri.

©Too Little Too Late©

Kyuhyun memutar-mutar pulpennya, menatap malas pada grafik yang ditampilkan oleh salah satu karyawannya yang entah menjelaskan apa itu, yang jelas dia merasa terjebak di dalam meeting pagi ini.

Pasalnya, Ayahnya meminta Kyuhyun untuk ikut meeting kali ini. Katanya, hanya sekedar memperlihatkan bahwa Cho Kyuhyun merupakan seorang CEO yang bertanggung jawab dan mampu menjadi panutan bagi para karyawannya.

Tapi, seorang Cho Kyuhyun tetaplah Cho Kyuhyun. Seorang pria pintar dengan kecerdasan IQ-nya yang diatas rata-rata dan tak membutuhkan sesuatu yang dinamakan ‘belajar’ hanya demi mendapatkan nilai ‘100’ di sekolahnya. Donghae dan Kyuhyun memang sama-sama di karunai kecerdasan yang tinggi, namun berbeda dengan Kyuhyun, Donghae tetap memiliki ambisi untuk mengurusi perusahaan Ayahnya, meskipun sikapnya yang playboy, tapi bukan berarti dia tak peduli dengan keluarganya.

Berbeda halnya dengan Kyuhyun, yang benar-benar tak peduli dengan bisnis keluarganya. Entah akan seperti apa masa depannya jika dia terus seperti ini. Tapi meskipun begitu, dia tetap berhasil mengurus beberapa anak cabang milik keluarga Cho dan telah resmi menjadi penerus Ayahnya yang sebentar lagi akan mundur dari jabatan CEO-nya.

Drt… Drt… Drt…

Kyuhyun segera merogoh saku jasnya, kala ponselnya bergetar cukup keras. Sesekali dia masih memperhatikan karyawannya, lalu mengalihkan perhatiannya pada layar ponselnya.

From : Miyoung

Aku sedang membutuhkan teman untuk makan siang dan pergi menjemput Haejoon. Kau ada waktu, Kyuhyun-ah?

Tanpa sadar, kedua bibirnya terangkat ke atas. Perasaan lega lambat laun mulai hinggap di dalam hatinya dan rasa khawatirnya tentang Donghae pun perlahan-lahan menghilang.

Kyuhyun mengetik sesuatu di layar ponselnya, sudah benar-benar mengabaikan perkataan sang karyawan di depan sana. Tapi anehnya, dia seperti dapat mendengar dan mencerna semua penjelasan itu meskipun tak memperhatikannya.

From : Kyuhyun

Tentu. Jam 12?

From : Miyoung

Seperti biasa. Aku menunggu di sekolah Haejoon.

From : Kyuhyun

Oke!

From : Miyoung

Kembali bekerja, bodoh! Jangan membalas pesanku lagi!

Senyum di wajah Kyuhyun seketika merekah, jelas sekali jika ia terlihat seperti pria remaja yang tengah di mabuk cinta. Ia terus menatap pesan terakhir yang dikirimkan Miyoung dan entah kenapa, ia justru merasa jika pesan itu merupakan bentuk ‘perhatian’ untuknya dari wanita itu.

“Sajangnim.” panggil karyawannya yang tengah menjelaskannya itu dan Kyuhyun seperti tersadar, ia menoleh dengan wajah bingungnya dan dibalas tatapan bingung pula dari karyawan tersebut serta karyawan-karyawan lainnya.

Kyuhyun terdiam. Dia menatap para karyawannya yang kini tengah menatapnya dengan penuh tanya dan ia tiba-tiba saja berdeham pelan, “Maaf. Ini pesan dari kekasihku.” ujarnya tanpa ada rasa malu dan tanpa disadarinya, para karyawan wanitanya yang lain terlihat mendesah kecewa mendengar kata-katanya. “Mari kita lanjutkan lagi…” lanjutnya yang di balas oleh anggukan sang karyawan yang tadi tengah menjelaskan itu.

©Too Little Too Late©

Miyoung telah lebih dulu tiba di sekolah Haejoon. Ia memutar matanya, mencoba mencari mobil Kyuhyun yang terparkir di halaman sekolah, namun sepertinya pria itu belum datang dan Miyoung memutuskan untuk menemui Haejoon lebih dulu.

“Oh, nyonya… menjemput Haejoon?” seorang guru yang masih terlihat muda dan cantik itu muncul dari dalam kelas, berjalan menghampiri Miyoung yang mengintip ke dalam kelas yang rupanya sudah kosong.

Miyoung tersenyum kepadanya lalu mengangguk.

“Dia sedang di halaman bermain. Seseorang ada bersamanya.”

Senyum di wajah Miyoung sedikit memudar, keningnya mengkerut dalam. “Seseorang?”

“Ya…” guru itu mengangguk singkat. “Dia bilang… dia temanmu.” lanjutnya dan Miyoung langsung berpamitan pada guru itu, memilih untuk bergegas menuju halaman bermain.

Semakin lama, langkahnya semakin cepat dan entah ini hanya perasaannya saja atau apa, tetapi firasatnya mengatakan, jika orang itu pastilah bukan seseorang yang ia harapkan.

Langkah kaki Miyoung terhenti, tubuhnya menegang dalam seketika dan tatapan matanya tertuju pada sosok Haejoon yang tengah bermain di atas mangkok putar dengan seorang pria yang tengah membantu Haejoon untuk memutar mainan tersebut.

Anaknya tertawa, tampak begitu santai bercanda ria dan berteriak riang pada sosok itu. Sosok yang sebenarnya sama sekali tak diharapkan oleh Miyoung kehadirannya. Ia ingin berjalan, namun mendadak kedua kakinya seakan membeku dan sulit untuk di gerakkan.

“Eomma!” jeritan Haejoon seolah menyadarkan Miyoung.

Anaknya itu melambai riang kepadanya, lalu mainan tersebut perlahan melambat dan di saat mainan itu telah berhenti berputar, Haejoon segera meloncat dari atas sana kemudian berlari menghampiri Miyoung.

Ssementara sosok pria itu berbalik, tatapan mereka lantas saling bertemu pandang dan ia benar-benar terpaku ditempatnya, merasa kepanikan dan ketakutan itu mulai menyergap perasaannya kembali.

“Kita perlu bicara… Miyoung-ah.” dan suara itu, seperti membuat usaha Miyoung selama 7 tahun ini terbilang sia-sia. Dia memang takkan bisa menghindari pria itu terus-menerus.

Pada akhirnya, takdir tetap mempertemukan mereka. Mempertemukan dirinya dengan pria itu… dan mempertemukan anaknya dengan… Ayahnya, Lee Donghae.

To Be Continued…

Note : Hai… I’m comeback again… adakah yang menunggu lanjutan dari ff Too Little Too Late ini? Hehehehe. semoga part ini bisa menjawab semua rasa penasaran kalian… Moga makin terhibur yaah… dan tolong jangan benci Lee Donghae. Dia hanya seorang Ayah yang tidak pernah menyadari atau tepatnya tidak mengetahui keberadaan anaknya sendiri… ^^ Dan untuk yang menanyakan status pekerjaan Kyuhyun apa, kenapa kesannya dia kayak orang gak punya kerjaan… Nah, Cho Kyuhyun itu sebenernya bakalan menjadi CEO penerus Appa-nya, tapi ingat obrolan Tn.Cho, Isterinya dan Donghae tentang Kyuhyun? Bahkan, untuk mengurus pekerjaan di Jepang itu pun, Kyuhyun terpaksa di ancam kedua orang tuanya biar mau… So, intinya… kerjaan dia sebenarnya sama saja seperti Donghae, mengurus perusahaan keluarga ini dan itu… Bedanya Kyuhyun ngurus perusahaan Tn.Cho, Kalo Donghae yang perusahaan bekas mendiang Ayahnya. Tapi Kyuhyun gak terlalu mau mengurus perusahaannya karena terlalu sibuk ‘mengejar cinta’ Miyoung… LOL Wkwkwkwkwkwk Intinya gitu deh pokoknya… Hahahahaha